phone: +420 776 223 443
e-mail: support@londoncreative.co.uk

makalah psikologi (FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRILAKU MANUSIA)



 

MAKALAH
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRILAKU MANUSIA
Sebagai salah satu tugas mata kuliah “Psikologi Komunikasi
Dosen : Awang Darmawan, S.Sos.I, MM


Disusun oleh :
Muazzir
Encep Suhendri

Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Agama Islam
Fakultas Ibn Khaldun Bogor 2012



Daftar Isi




 

Pendahuluan


Jumlah manusia di muka bumi ini sangat banyak. Mereka tersebar diatas permukaan bumi. Satu sama lain memiliki perbedaan-perbedaan misalnya saja perbedaan prilakunya. Prilaku manusia Negara satu berbeda dengan prilaku manusia dengan Negara lain, meski perbedaan yang terjadi sangat kecil. Bahkan adanya perbedaan prilaku tersebut tidak hanya terjadi antar Negara akan tetapi perbedaan tersebut terjadi pula antar anggota rumah meski jarak mereka berdekatan.
Terjadinya perbedaan prilaku tersebut karena adanya beberapa factor yang mempengaruhi. Sedikitnya ada empat factor yang mempengaruhi prilaku pada manusia. Factor-faktor tersebut adalah factor biologis, factor sosiopsikologis, factor spiritual dan factor situasional.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Manusia


Manusia memiliki banyak sekali kebutuhan. Di antaranya ada yang yang bersifat biologis yang
berhubungan dengan reaksi organ tubuh. Pada umumnya, kebutuhan tersebut muncul untuk memelihara keseimbangan organik dan kimiawi tubuh. Misalnya saja kekurangan kadar makanan atau kekurangan kadar air dalam organ tubuh. Ada pula yang bersifat psikologis dan spiritual. Yang mana di antara kebutuhan ini ada yang bersifat penting dan lazim yang bertujuan untuk menciptakan rasa aman dan kebahagiaan jiwa.[1] Dari kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut kemudian muncul berbagai macam motivasi yang mendorong manusia untuk melakukan penyesuaian diri guna memenuhi semua kebutuhan tersebut.

a.         Faktor Biologis


Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki motivasi biologis untuk mempertahankan eksistensi diri dan kelangsungan spesies (keturunan). Mereka akan membutuhkan makanan dan minuman untuk dapat bertahan hidup dan melarikan diri ketika melihat musuh yang menakutkan serta membutuhkan lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya.[2] Utsman Najati menjelaskan bahwa kebutuhan seksual sangat erat hubungannya dengan kepentingan kelangsungan spesies. Sementara itu kepentingan mempertahankan eksistensi diri dapat terpenuhi melalui kebutuhan yang lainnya.[3] Ketika muncul dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka kebutuhan tersebut akan mendorong manusia melakukan upaya adaptasi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan demikian, munculnya perilaku atas dorongan dari kebutuhan ini merupakan suatu keniscayaan bagi manusia sebagai makhluk hidup.
Oleh karena itu, motivasi biologis memiliki pengaruh penting dalam kehidupan manusia. Rasa lapar mampu membuat manusia merasa lelah sepanjang hidupnya karena mencari sesuap makanan untuk menghilangkan rasa lapar tersebut. Sama halnya dia juga akan merasa lelah ketika terus berusaha menghilangkan rasa takut yang menghantui kehidupannya. Oleh karena itu, manusia tidak akan pernah berhenti memburu rasa aman yang bisa membuat dirinya tenang, tentram dan bahagia.
Di samping itu, motivasi seksual juga merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Motivasi inilah yang memunculkan ketertarikan antara makhluk dengan lawan jenisnya. Berangkat dari ketertarikan antar jenis ini tercipta sebuah keluarga. Keluarga akan menghasilkan anak keturunan yang pada gilirannya akan menciptakan sebuah generasi. Dari siklus seperti ini keberadaan sebuah spesies dapat dipertahankan. Maka dari itu, demi keberlangsungan hidup manusia motivasi seksual merupakan hal tidak dapat dihindari dalam kehidupan mereka.
Pada dasarnya motivasi biologis muncul sebagai akibat tidak adanya keseimbangan organik maupun kimiawi dalam tubuh manusia. Dalam studi ilmu psikologi modern, keseimbangan berbagai unsur dalam tubuh manusia disebut dengan istilah homeostatis. Ketika motivasi itu muncul maka akan mendorong manusia untuk melakukan upaya adaptasi yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhannya. Upaya pemuasan ini bertujuan untuk menyeimbangkan kembali kondisi tubuhnya. Oleh karena itu, Walter Cannon, seorang dokter kebangsaan Amerika berpendapat bahwa tubuh manusia sebenarnya memiliki kecenderungan yang mengarah kepada upaya penyesuaian diri guna mempertahankan tingkat konsentrasi dzat dalam tubuh agar tetap konstan (homeostatis).[4]
Walaupun demikian manusia bukan sekedar makhluk biologis. Kalau sekedar makhluk biologis, mereka tidak berbeda halnya dengan binatang. dalam pandangan Islam, hubungan seksual antara suami dan istri bukanlah sekedar untuk mencari kenikmatan dan kepuasan birahi belaka. Namun hubungan itu lebih bersifat ikatan rasa cinta, kasih sayang, dan kedamaian yang menyebabkan manusia merasa aman dan tentram. Hubungan seksual tersebut dianggap sebagai hubungan kemanusiaan yang sarat dengan ungkapan rasa cinta dan saling menghargai. Islam menyetarakan nilai hubungan seksual dengan sedekah maupun amal shalih. Oleh karena itu, selain dari faktor biologis ini masih terdapat berbagai faktor yang dapat memengaruhi perilaku manusia.

b.        Faktor  Sosiopsikologis


Sebagai makhluk sosial, manusia akan memperoleh beberapa karakteristik yang memengaruhi tingkah lakunya. Faktor karakteristik ini sering disebut sebagai faktor sosiopsikologis yang dapat memengaruhi perilaku manusia.[5] Jalaludin Rahmat mengklasifikasikannya ke dalam tiga komponen, yaitu komponen afektif, kognitif, dan konatif. Komponen pertama merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis. Sementara komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Dan komponen konatif adalah aspek visonal yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.[6]
Komponen afektif dari faktor sosiopsikologis terdiri dari motif sosiogenesis, sikap dan emosi. Berikut ini penjelasan Jalaluddin mengenai motif-motif tersebut:[7]
1)        Motif sosiogenesis
Motif sosiogenesis merupakan motif sekunder yang dapat memengaruhi perilaku sosial manusia. Secara singkat, motif-motif sosiogenesis dapat dijelaskan meliputi motif ingin tahu, yang meliputi mengerti, menata, menduga, motif kompetensi, motif cinta, motif harga diri dan kebutuhan untu mencari identitas, kebutuhan akan nilai dan kedambaan akan makna kehidupan serta kebutuhan akan pemenuhan diri.
2)        Sikap
Sikap adalah salah satu konsep dalam psikologi sosial yang paling banyak didefinisikan para ahli. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenesis yang diperoleh melalui proses belajar. Ada pula yang melihat sikap dengan kesiapan saraf sebelum memberikan respon. Dari beberapa definisi yang ada, Jalaludin menyimpulkan beberapa hal berikut: Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpresepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi, relatif lebih menetap serta mengandung aspek evaluatif dan muncul dari pengalaman.[8]
3)        Emosi
Emosi adalah kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan dan proses fisiologis. Coleman dan Hammen mengungkapkan bahwa emosi dapat berfungsi sebagai pembangkit energi, pembawa informasi tentang diri seseorang, pembawa pesan kepada orang lain dan sumber informasi tentang keberhasilan.[9]
Emosi berbeda-beda dalam hal intensitas dan lamanya. Dari segi intensitasnya ada yang berat, ringan dan desintegratif. Emosi ringan meningkatkan perhatian seseorang kepada situasi yang dihadapi disertai dengan perasan tegang sedikit. Emosi kuat disertai dengan rangsangan fisiologis yang kuat. Dan emosi desintegratif terjadi dalam intensitas emosi yang memuncak. Sementara dari segi lamanya, ada emosi yang berlangsung singkat dan ada yang lama. Emosi ini akan mempengaruhi presepsi seseorang atau penafsiran stimuli yang merangsang alat indra.[10]
Selanjutnya komponen kognitif dari faktor-faktor sosiopsikologis adalah kepercayaan. Kepercayaan di sini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang ghaib. Akan tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu ‘benar’ atau ‘salah’ atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman atau intuisi.[16] Dengan demikian kepercayaan di sini adalah yang memberikan presepsi pada manusia dalam mempresepsi kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menentukan sikap terhadap objek sikap.
Sementara komponen konatif dari faktor sosiopsikologis terdiri atas kebiasaan dan kemauan. Jalaludin mendefinisikan kebiasaan sebagai aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, tidak direncanakan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi seseorang berkali-kali. Sementara kemauan merupakan usaha seseorang dalam mencapai tujuan.[11] Usaha di sini tentu sangat berkaitan dengan pengetahuan seseorang tentang hal yang akan dicapai tersebut.

b.        Faktor Spiritual (ruhani)


Selain motivasi biologis dan sosiopsikologis, manusia juga memiliki motivasi yang bersifat spiritual. Motivasi ini tidak berkaitan dengan kebutuhan mempertahankan eksistensi diri atau memelihara kelanggengan spesies. Motivasi spiritual erat hubungannya dengan upaya memenuhi kebutuhan jiwa dan ruh. Sekalipun demikian, motivasi ini juga menjadi kebutuhan pokok manusia. Karena motivasi inilah yang bisa memberikan kepuasan hidup, rasa aman, tentram, dan bahagia.
Di antara beberapa motivasi spiritual yang penting dalam kehidupan manusia adalah motivasi beragama. Dalam bukunya Psikologi Agama, Jalaluddin mengatakan bahwa:
“Hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat bahwa sesungguhnya apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan manusia itu bukan hanya terbatas pada kebutuhan makan, minun, pakaian ataupun kenikmatan-kenikmatan lainnya. Berdasarkan hasil hasil riset dan observasi, mereka mengambil kesimpulan bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan.[12]
Oleh sebab itu, dalam pandangan Islam secara fitrah manusia sejak dilahirkan memiliki potensi keberagamaan. Namun potensi ini baru dalam bentuk sederhana, yaitu berupa kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi kepada sesuatu. Allah subhanallahu wa ta’ala telah mengisyaratkan adanya potensi dasar yang dimiliki manusia untuk beragama dalam firman-Nya:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آَدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".[14]
Melalui ayat tersebut Allah subhanallahu wa ta’ala menerangkan bahwa Dia telah mengadakan perjanjian dengan anak keturunan Adam. Allah subhanallahu wa ta’ala mengambil persaksian mereka atas kemahakuasaan-Nya, yakni ketika mereka berada di alam ruh sebelum diciptakan di alam bumi. Oleh karena itu, pada hari kiamat nanti mereka tidak akan bisa mengingkari keesaan Allah. Dengan perkataan lain, ayat ini menerangkan bahwa manusia dilahirkan dengan memiliki kesiapan secara fitrah untuk beragama, mengenal Allah, beriman dan mentauhidkan-Nya.

d.        Faktor Situasional

Perilaku manusia terkadang juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar dirinya. Faktor ini sering disebut sebagai  faktor situasional. Secara garis besar, faktor ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu aspek-aspek objektif dari lingkungan, lingkungan psikososial dan stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku.[15]
Sementara faktor-faktor sosial yang memengaruhi perilaku manusia terdiri atas sistem peranan yang ditetapkan dalam suatu masyarakat, struktur kelompok dan organisasi dan karakteristik populasi. Dalam organisasi, hubungan antar anggota dan ketua diatur oleh sistem peranan dan norma-norma kelompok. Besar kecilnya organisasi akan memengaruhi jaringan komunikasi dan sistem pengambilan keputusan. Karakteristik populasi seperti usia, kecerdasan, karakteristik biologis memengaruhi pola-pola perilaku anggota-anggota populasi itu.
Presepsi seseorang tentang lingkungan akan memengaruhi perilakunya dalam lilngkungan itu. Lingkungan lazim disebut dengan iklim. Dalam organisasi, iklim psikososial menunjukkan presepsi orang tentang kebebasan individual, ketetapan pengawasan, kemungkinan kemajuan, dan tingkat keakraban. Dalam studi komunikasi organisasi menunjukkan bagaimana iklim organisasi memengaruhi hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan, atau di antara orang-orang yang menduduki posisi sama. Dalam perkembangannya, kemudian para antropolog memperluas istilah iklim ke dalam masyarakat secara keseluruhan. Sehingga muncullah pendapat bahwa pola-pola kebudayaan yang dominan, ideologi dan nilai dalam presepsi anggota masyarakat mampu memengaruhi perilaku sosial. 
Faktor-faktor situasional di atas, tidaklah mengesampingkan faktor-faktor personal yang dimiliki seseorang. Namun demikian juga tidak dapat dipungkiri besarnya pengaruh situasi dalam menentukan perilaku manusia. Perlu disadari bahwa manusia memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap situasi yang dihadapi sesuai dengan karakteristik personal yang dimilikinya. Dengan perkataan lain perilaku manusia merupakan hasil interaksi antara keunikan individu dengan keumuman situasional.


Kesimpulan


Perilaku manusia di muka bumi ini ternyata berbeda-beda. Terjadinya perbedaan ini karena ada factor-faktor yang mempengaruhinya. Sedikitnya ada empat factor yang mempengaruhi prilaku manusia. Keempat factor ini yaitu, factor biologis, factor sosiopsikologis, factor spiritual dan factor situasional.
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Dalam factor sosiopologis proses sosial seseorang akan membentuk beberapa karakter yang akhirnya mempengaruhi perilakunya. Karakter ini terdiri dari tiga komponen yaitu komponen afektif, kognitf dan komponen konatif. Selain Faktor biologis dan sosiopsikologis, manusia juga dipengaruhi oleh faktor spiritual. faktor spiritual ini erat hubungannya dengan upaya memenuhi kebutuhan jiwa dan ruh. Perilaku manusia terkadang juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar dirinya. Faktor ini sering disebut sebagai  faktor situasional.




[1] Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadits Nabi, (Jakarta: Mustaqim, 2003).
[2] Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi...
[3] Utsman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadits….

[4] Cannon W.B, The Wisdom of The Body, (New York: Noton, 1932), dikutip tidak langsung oleh Utsman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadits...
[5] Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah…
[6] Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi.....
[7] Ibid,-
[8] Jalaludin, Psikologi Komunikasi...
[9] Coleman J.C. dan C.L. Hammen, Contemporary Psychologi and Effective Behavior, Glenview: Scott, Foresman and Co, 1974), hlm. 462, dikutip tidak langsung oleh Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi....

[10] Ibid,-

[11] Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi....
[12] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004)


[13] Al-Qur’an, 30 : 30.
[14] Al-Qur’an, 7 : 172.
[15] Edward G. Sampson, Social Psychology and Contemporary Society, (Toronto: John Wiley & Sons, Inc, 1976), dikutip tidak langsung oleh Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi....

0 komentar: